WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif dasar minimal 10 persen terhadap semua barang impor ke negaranya. Di antara 60 negara yang dikenai tarif baru, Indonesia menjadi salah satunya dengan tarif yang dikenakan sebesar 32 persen.
Mengutip dari BBC, Kamis (3/4/2025), Trump menyebut langkah ini sebagai deklarasi “kemerdekaan ekonomi” AS. Tarif 10 persen akan mulai diberlakukan pada 5 April, sementara tarif yang lebih tinggi berlaku pada 9 April.
Melansir dari laman resmi White House, Trump menjelaskan bahwa tarif yang ia kenakan ini merupakan tarif timbal balik. Ia menyoroti ketimpangan tarif perdagangan yang diterapkan oleh berbagai negara terhadap produk impor tertentu.
Meskipun tarif Most Favored Nation (MFN) rata-rata terlihat rendah, terdapat perbedaan signifikan dalam tarif yang dikenakan terhadap produk-produk tertentu. Pada produk etanol, Indonesia mengenakan tarif sebesar 30 persen, sementara AS hanya memberikan tarif sebesar 2,5 persen.
Pemerintahan Trump menegaskan akan menangani ketimpangan tarif yang diterapkan oleh negara lain. Upaya ini dilakukan untuk menciptakan lapangan perdagangan yang lebih adil bagi bisnis dan pekerja Amerika, termasuk mengatasi hambatan non-tarif.
Trump menyoroti bahwa selama bertahun-tahun, berbagai negara telah mengambil keuntungan dari kebijakan tarif rendah di Amerika Serikat. Sementara itu, negara-negara tersebut justru menerapkan tarif tinggi untuk produk-produk Amerika.
“Indonesia menerapkan persyaratan kandungan lokal di berbagai sektor, menerapkan sistem perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini, mewajibkan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan seluruh pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai $250.000 (Rp4,1 miliar) atau lebih,” ujar Trump, dikutip dari White House.
Dengan kebijakan perdagangan global yang semakin kompetitif, Amerika Serikat berencana untuk meninjau kembali kebijakan perdagangannya. Langkah ini bertujuan untuk memastikan tarif dan hambatan dagang yang diberlakukan negara lain tidak merugikan industri AS.